Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
Jembrana menggelar rapat kerja penting bersama Plt. Kepala Badan Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jembrana, Selasa (6/5/2025), di Ruang Rapat
DPRD. Agenda rapat kali ini menyoroti secara tajam realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Triwulan I Tahun Anggaran 2025 yang belum mencapai target.
Dalam pemaparan BPKAD, disebutkan bahwa realisasi PAD pada triwulan pertama
hanya mampu menembus angka 14 persen dari target 15 persen yang telah ditetapkan.
Capaian ini dinilai mengkhawatirkan oleh anggota Komisi II, mengingat PAD
menjadi sumber pendanaan utama berbagai program prioritas daerah.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Jembrana, I Ketut Suastika, S.Sos., M.H.,
mengaku kecewa dengan capaian tersebut dan menegaskan perlunya pembenahan
menyeluruh, baik dari sisi kebijakan hingga pelaksanaan teknis di lapangan.
"Kami sangat menyayangkan rendahnya realisasi PAD pada triwulan pertama.
Untuk itu, Komisi II mendorong dibentuknya Tim Optimalisasi PAD yang melibatkan
unsur desa. Pemerintah desa juga menerima bagian dari hasil pajak, jadi sudah
selayaknya mereka dilibatkan secara aktif," tegas Suastika dalam rapat.
Ia mengungkapkan sejumlah temuan dan solusi yang menjadi rekomendasi Komisi II,
di antaranya :
Pendataan Wajib Pajak PBB P2 Mandek Sejak 2013. Komisi II menyoroti belum
adanya pendataan ulang terhadap objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan (PBB P2) sejak 2013. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap
akurasi data dan meningkatnya tunggakan pajak.
"Kita minta BPKAD segera lakukan pendataan ulang, berkoordinasi dengan BPN
untuk memperbarui data pertanahan yang menjadi dasar penarikan pajak,"
ujar Suastika.
Evaluasi Penetapan Target yang Tidak Realistis. Beberapa target pajak dinilai
terlalu optimistis, seperti Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
sementara realisasi justru tidak sesuai harapan. Begitu pula dengan pajak
penerangan jalan yang seharusnya meningkat, justru mengalami penurunan.
"Perlu ada evaluasi dan penyesuaian, termasuk rencana menaikkan tarif BPJT
menjadi 4 persen untuk menyesuaikan kemampuan fiskal daerah," lanjutnya.
Ketiadaan Koordinator Retribusi Daerah. Dari sisi kelembagaan, hingga saat ini
belum ada unit atau pejabat yang secara khusus mengoordinir retribusi daerah di
BPKAD. Komisi II menilai hal ini sebagai kelemahan struktural yang harus segera
dibenahi.
Potensi PAD dari Pabrik Es Balok Belum Tergarap. Dalam pengamatan lapangan,
Komisi II menemukan masih banyak pabrik es balok yang belum terdaftar sebagai
wajib pajak. Ini dinilai sebagai potensi yang seharusnya bisa dioptimalkan
dalam menambah PAD.
Kecurangan di Pelelangan Ikan TPI Pengambengan. Rapat juga membahas indikasi
penyimpangan data penjualan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pengambengan.
"Kita minta dilakukan rolling atau pergantian petugas secara berkala
sebagai bentuk pengawasan agar retribusi bisa maksimal," tegas Suastika.
Pengelolaan Pajak Reklame Belum Terintegrasi. Pengelolaan pajak reklame masih
terhambat oleh koordinasi antardinas yang belum optimal. Perizinan berada di
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), pengawasan di
Satuan Polisi Pamong Praja, dan insentif di BPKAD.
"Perlu dibangun kolaborasi antar-instansi agar penarikan pajak reklame
lebih efektif dan transparan," katanya.
Suastika menegaskan, semua catatan tersebut akan menjadi bahan evaluasi DPRD ke
depan dan ditindaklanjuti melalui rekomendasi formal kepada eksekutif.
"Komisi II akan terus mengawal agar perencanaan, penarikan, dan penggunaan
PAD benar-benar berpihak pada rakyat serta mendukung percepatan pembangunan di
Jembrana," tutupnya.
#Humas_DPRD_Jembrana
OM SWASTIASTU