Komisi II DPRD Kabupaten Jembrana menggelar rapat kerja bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait di ruang rapat DPRD Jembrana, Senin (1/9/2025).
Rapat dipimpin Ketua Komisi II DPRD Jembrana, I Ketut
Suastika, S.Sos., M.H., dengan agenda pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
(Ranperda) tentang Perlindungan terhadap Eksploitasi dan Pencegahan Perdagangan
Orang. Sebagaimana tercantum dalam surat undangan resmi DPRD Nomor
005/661/DPRD/2025 tertanggal 27 Agustus 2025. Dalam undangan tersebut, rapat
diagendakan bersama Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) serta
Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Jembrana.
Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi II DPRD Jembrana I Ketut
Suastika menegaskan perlunya pembaruan regulasi daerah terkait perlindungan
masyarakat dari praktik perdagangan orang dan eksploitasi. Ia menilai Peraturan
Daerah Nomor 4 Tahun 2013 yang masih berlaku sudah tidak lagi relevan dengan
perkembangan aturan nasional maupun dengan kondisi lapangan.
“Memang kita sudah memiliki Perda Nomor 4 Tahun 2013. Namun ada aturan di atasnya serta
beberapa istilah yang harus diperbarui. Selain itu, kondisi di lapangan
menunjukkan adanya maraknya kasus perdagangan orang, eksploitasi anak dan
perempuan, hingga isu perdagangan organ tubuh. Hal ini harus segera disikapi
agar Pemkab memiliki kewenangan lebih luas dalam pencegahannya,” ujarnya.
Ketua
Komisi II I Ketut Suastika juga menyoroti perlunya pengawasan ketat terhadap
perusahaan penyalur tenaga kerja atau P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja
Migran Indonesia). Ia menekankan pentingnya klasifikasi perusahaan berdasarkan
rekam jejak, agar masyarakat tidak lagi dirugikan. “Dengan pendataan yang
jelas, masyarakat kita tidak lagi terlantar akibat ulah perusahaan yang nakal.
Ini bentuk perlindungan yang harus diberikan pemerintah daerah,” tambahnya.
Sementara
itu, Kepala Dinas PMD Jembrana atau yang mewakili menyampaikan bahwa Ranperda
ini tidak hanya penting bagi perlindungan tenaga kerja migran, tetapi juga
berkaitan erat dengan pembangunan desa. “Isu eksploitasi sering bermula dari
desa, termasuk perekrutan tenaga kerja dengan iming-iming tertentu. Perda ini
akan memperkuat peran desa dalam memberikan perlindungan sejak dini,” jelasnya.
Berikut,
Kepala Bagian Hukum Setda Jembrana menegaskan Ranperda ini merupakan bagian
dari harmonisasi dengan aturan nasional. “Kita ingin perda ini tidak hanya
berlaku di atas kertas, tapi juga selaras dengan kebijakan pusat. Dengan dasar
hukum yang jelas, implementasinya di lapangan akan lebih efektif,” katanya.
Meski
kasus eksploitasi dan perdagangan orang di Jembrana relatif kecil, seluruh
peserta rapat sepakat bahwa langkah preventif jauh lebih penting dilakukan.
Ranperda ini diharapkan mampu menjadi payung hukum yang kuat, memberi
kewenangan lebih bagi Pemkab, sekaligus menjamin perlindungan maksimal bagi
kelompok rentan, khususnya perempuan dan anak.
DPRD
Jembrana bersama pemerintah daerah menargetkan Ranperda ini bisa segera
difinalisasi agar Jembrana benar-benar menjadi daerah yang aman dari praktik
eksploitasi, serta menjadi contoh bagi daerah lain di Bali dalam memperkuat
perlindungan hukum terhadap warganya.
#Humas_DPRD_Jembrana
#rapatkerja
#komisi_II
#dprd
#jembrana
#demijembranapastibisa